Sejarah Panjang Yang Tergores Luka

I

datanglah seorang kawan kepadaku

membawa berkarung-karung cerita dari negrinya

yang dipikul pada pundaknya yang mencong

dari jauhnya jalan berkerikil juga aspal

 

II

 

saat-saat kosong

di tepian titik

di antara nol

beristimewa pada

hampa berjalan untuk

timbul

berdiri di titian tiang dan kabel listrik

 

III

 

jam yang terus berlari

dalam terowongan waktu

petak-petak hari meloncat

dari area yang menikung di

barat kala api bulat itu

padam perlahan-perlahan

 

di sana ada sejarah yang digores

pada batu alam

yang disusun jadi arca

yang jadi kenangan

seperti foto bunga yang ‘soft’

apakah memori saja

yang redup redam di ingatan

yang berkedap-kedip di jalur bebas

keterangan berbuah, kemacetan

dan akhirnya putus benangnya itu

sehingga tak tersisa lagi peristiwa

lalu yang menimbulkan kerancuan bagi kini

yang bingung ingin memandang seperti

apa masalah yang mendung itu

 

IV

 

Baru tiba

Disodorkan bau kematian

Membangkitkan bulu-bulu roman

Yang sama sekali tidak romantis

 

Padahal baru saja bermain dengan merah

Dia menuju Bandung

Untuk PKL atau sekedar jalan-jalan

Bertukar no tlp yang segera di follow up

Atau dia akan tinggal kenangan

 

Untung saja diciptakan sahabat

Menanya dan membahagia

Walau ombak masih tersisa di kepala

Cuek saja, nanti juga tenang seperti laut yang tidur

Juga disebabkan ine yang mendrama

Oleh lakon dalam ekstrim

 

V

 

becek di hadapanku

begitu pula daun-daun kering

berserakan

ditambah abu-abu bekas pembakaran

disapu angin membelai

kubaca surat darinya

menghelakan tawa yang tak

jelas bersumber

di balik pohon

bersama semut merayap

rokok sisa separuh batang

sedang panggilan belum datang

tak ada bunyi

atau telingaku tuli

 

VI

 

segelas kopi pekat

ditemani sebatang rokok di bibir asbak

berwarna coklat dan melingkar di tengahnya

suara-suara berisik di tv siarkan berita demonstrasi

juga skandal bank Bali

belum lagi nyanyian di radio

dan ocehan penyiar

 

nyala lampu neon beradu dengan sinar matahari pagi

di depan kamarku menimpa pintu: muka dan belakang

delapan dan 3.5 kedua sinarnya

sayang, mataku bukan light meter

begitu banyak sinar

begitu pula bayangan

tetapi mataku tetap kabur

 

abu berserakan di lingkaran asbak rokok

seperti mayat-mayat di bumi lorosae

yan kulihat di kotak tv

satu puntung rokok tewas

kopi sisa 1/2 gelas

sedang handuk dan gayung telah menanti

aku bernyanyi di kamar mandi

tunggu aku kekasihku

tubuhku masih bau, dan rambutku tak tersisir

 

VII

 

anjing kecil itu telah mati dilindas mobil tanpa mampu melarikan diri

sebab ada tali bertengger di leher

dari mulutnya menyembur darah segar bercampur bau

busuk menyengat

dan anjing keccil itu tak sempat lagi menyalak

walaupun ekornya masih bergoyang seperti bergirang ketika ia

dapat kepala ikan lele yang telah basi

 

anjing kecil itu baru beberapa hari di rumah ini

dipungut di rumah entah siapa

atau dijalan entah dimana

 

matraman – klender – cikini

1996 – 2003

 

Mungkin Anda Menyukai