Rapor Sidanira, Basis Data, Input, dan Tanggung Jawab

Guru adalah profesi yang mulia. Termasuk segenap pekerja yang berada di lingkungan sekolah. Sebab mereka bertanggung jawab terhadap masa depan generasi yang lebih baik. Jadi ini bukan perkara main-main.

Orang tua pun begitu. Tanggung jawabnya lebih besar lagi. Karena tugas mereka mulai dari anak masih di dalam rahim hingga mereka beranjak dewasa. Tidak terbatas hanya di satu level pendidikan yang menjadi tanggungan seorang guru.

Maka menjadi penting ada kerjasama yang baik antara guru dan wali murid dalam mendidik generasi.

Pendidikan berbasis digital

Seiring dengan perkembangan zaman, dunia pendidikan pun mulai mengubah infrastruktur dari analog ke digital.

Jika dulu belajar hanya bisa dengan tatap muka langsung, maka sekarang ini bisa menggunakan berbagai platform digital baik daring maupun luring.

Metode daring sangat akrab bagi guru-siswa di masa pandemi Covid-19 saat melaksanakan kegiatan belajar-mengajar. Sedangkan luring bisa dengan mengakses bacaan digital tanpa memerlukan jaringan internet.

Tidak hanya sampai di situ, proses penilaian siswa dan pendaftaran sekolah pun mulai menggunakan perangkat digital dengan pengelolaan database yang tertata baik.

Efektivitas dan efisiensi pelayanan pendidikan sangat terasa saat memanfaatkan keunggulan digital seperti ini.

Jika dulu wali murid menenteng-nenteng berkas siswa ke sana kemari untuk mendaftarkan anaknya. Sekarang lebih mudah dengan hanya mengklik dari rumah.

Database adalah kunci

Bagi negara-negara maju, perusahaan-perusahaan raksasa, organisasi-organisasi multinasional, database memainkan peran penting sehingga lembaga mereka bisa sukses dan besar.

Database menjadi pembeda antara perusahan besar dan perusahan kecil. Jika database perusahaan itu bagus, maka ia akan jadi besar. Begitu pula sebaliknya.

Data ini beragam jenisnya. Mulai database warga, data pelanggan, data vendor, data transaksi, data karyawan, data persuratan, perilaku konsumen, data penjualan, data pengiriman, dan banyak lagi.

Jika kesemua data itu dikumpulkan maka akan jadi Big Data.

Untuk apa data tersebut? Sebagai dasar menganalisa dan mengambil keputusan demi kemajuan lembaga.

Dan elemen penting dari database yang baik adalah input data yang benar. Jika inputnya salah, maka hasilnya akan kacau. Akan terjadi error 404 not found jika berhubungan dengan website.

Harapan untuk sukses dan berkembang, jadi terhambat akibat kesalahan atau kelalain dalam menginput data.

Buruknya Pemahaman Guru dan Petugas Input Data

Keinginan baik dinas pendidikan DKI Jakarta untuk mewujudkan pendidikan yang tuntas dan berkualitas bagi semua. Juga mengemban misi mewujudkan akses yang merata dan berkeadilan. Tidak berjalan beriring dengan kualitas pemahaman guru dan pegawai di sekolah.

Hak siswa untuk mendapatkan nilai sesuai usaha dan prestasinya, tidak diindahkan oleh mereka yang harusnya bertanggung jawab terhadap masa depan anak didik.

Hal ini terjadi oleh anak saya yang bersekolah di wilayah Tanah Abang. Ada beberapa kekeliruan tukang input yang elementer. Mungkin juga ini adalah kekeliruan kepala sekolah dalam membuat alur kerja.

Begini kisahnya

Anak saya mendaftar di SMA Negeri yang menggunakan mekanisme pendaftaran online PPDB. Penilaiaan kelulusan calon siswa berdasarkan nilai rapor Sidanira.

Sidanira adalah singkatan dari Sistem Data Nilai Rapor. Yang isinya adalah detail nilai rapor siswa selama bersekolah sesuai tingkatannya.

Nilai akhir Sidanira ini adalah akumulasi dari beragam penilaian. Mulai dari akreditasi sekolah, Rerata Nilai Rapor, dan lainnya.

DATA NILAI SISWA

  • Akreditasi Sekolah Asal
  • Rerata Nilai Rapor (30%)
  • Persentil Nilai Rapor (30%)
  • Prestasi Akademik (30%)
  • Prestasi Non-Akademik (5%)
  • Persentil Non-Akademik (5%)
  • Detail pencapaian prestasi lomba akademik
  • Detail pencapaian prestasi lomba nonakademik
  • Detail pencapaian jabatan pada OSIS
  • Detail pencapaian jabatan pada Ekstrakurikuler
  • Nilai Akhir Prestasi Akademik

Siswa yang mendapatkan Nilai Akhir yang tinggi, rerata terbantu dengan nilai prestasi lomba, jabatan OSIS, dan eskul. Karena nilai rapor (mata pelajaran) siswa hampir sama. Tidak begitu jauh berbeda.

Alhasil, karena tidak diinput dengan benar, Rapor Sidanira anak saya tidak sebanding dengan usaha dan prestasinya.

Kekeliruan Petugas Input

Sebenarnya dinas pendidikan provinsi DKI Jakarta telah membuat panduan lengkap dan detail bagaimana regulasi tata laksana pendaftaran PPDB ini.

Mulai dari mekanisme, jadwal, alur pelaksanaan, proses input, dan sebagainya. Jika kita yang bukan pelaksana pendidikan membaca rules tersebut, maka kita dapat memahami dengan baik apa saja yang harus dilakukan oleh pihak sekolah.

Terus apa kekeliruan itu?

Minim Tanggung Jawab

Dalam kasus ini saya menilai kurangnya rasa tanggung jawab pihak sekolah untuk memastikan bahwa hasil usaha dan prestasi anak telah diinput dengan baik.

Minimnya tanggung jawab itu yang membuat kerja mereka menjadi asal-asalan. Seperti tidak teliti dalam membaca Surat Edaran.

Tidak secara saksama membaca regulasi yang telah tersusun apik. Tidak membuat alur kerja dan koordinasi di dalam lingkungan sekolahnya sendiri.

Akhirnya lempar-lemparan tugas deh.

“Oh nilainya sudah saya serahkan ke Pak Ira, Bu?”

“Waduh, datanya belum dapat dari walas, Bu?”

Ya begitu lah. Tidak ada yang secara gentlemen mengambil tanggung jawab. Asal input. Siswa yang jadi korban kerja asal-asalan tersebut.

Lemah Literasi

Regulasi dari dinas telah rinci menjelaskan mekanisme dan alur kerja proses penginputan. Para petugas di sekolah manapun dapat mengikuti proses itu step by step.

Regulasi itu dapat kita lihat di sini.

Untuk jenjang  SMA/SMK ada poin di bawah yang mungkin kurang dimengerti oleh pihak sekolah.

Related Post
  • Surat Keputusan Kepala Sekolah tentang Susunan Pengurus OSIS **)
  • Surat Keputusan Kepala Sekolah tentang Susunan Pengurus Ekstrakurikuler **)

“Pak, Bu, pihak sekolah. Keterangan di atas itu bahasa Indonesia yang sederhana dan mudah untuk kita mengerti.

Data yang harusnya Anda input itu Surat Keputusan Kepala Sekolah, bukan sertifikat OSIS yang diminta ke siswa!

Apa susahnya sih Pak/Bu menscan Surat Keputusan? Apa Anda tidak mengerti poin tersebut?”

Saya jadi beranggapan bahwa ini bukan kekeliruan saja. Tapi inilah definisi sebenarnya dari kegoblokan yang haqiqi.

Kelemahan literasi para pengelola sekolah membuat mereka terlihat pandir dan berakibat fatal bagi generasi.

Tidak ada sosialisasi

Dalam surat edaran dinas nomor 15/SE/2022 tentang Input Nilai Rapor, di poin 6, 7, dan 8, Orang tua Peserta Didik mendapat kesempatan untuk memverifikasi data yang diinput oleh pihak sekolah.

Poin 6, Waktu pendataan Sidanira dilakukan sejak tanggal 21 Februari 2022 sampai dengan 21 Maret 2022 dan masa sanggah dilakukan selama 1 (satu) bulan setelah waktu pendataan Sidanira berakhir.

7. Hasil penginputan nilai rapor dan prestasi ke dalam Aplikasi Sidanira disosialisasikan kembali kepada Orang tua Peserta Didik untuk dilakukan verifikasi terhadap hasil penginputan dalam Aplikasi Sidanira.

8. Orang tua Peserta Didik dapat melakukan sanggah terhadap hasil penginputan nilai rapor dan prestasi dan melakukan perbaikan dengan membawa berkas asli nilai rapor dan prestasi.

Ya Allah.

Orang tua sama sekali tidak tahu menahu soal ini. Padahal surat edaran ini jelas sekali mengarahkan pihak sekolah untuk bekerja sama dengan orang tua untuk mengecek kembali nilai-nilai tersebut.

Ada masa sanggah 1 bulan setelah proses input dari sekolah. Dan ini sama sekali tidak terjadi. Pihak sekolah tidak melakukan apa-apa.

“Apa sih susahnya mengabarkan hal ini kepada wali murid? Tinggal WA saja, gak perlu kirim surat ke kantor pos, Pak/Bu?”

Yang lebih parah lagi saat orang tua komplain soal ini. Mereka hanya bisa bilang, “Nanti saja bawa berkasnya ke sekolah yang dituju.”

“Hei cuy, ini udah zaman digital. Bukan masanya lagi nenteng-nenteng berkas ke sana kemari. Lagi pula berkas itu gak berguna -kalau nggak diinput- dengan sistem rapor Sidanira seperti ini.”

Sekali lagi ini adalah bentuk minimnya rasa tanggung jawab pihak sekolah. Selain dari minimnya literasi dan ogah melakukan sosialisasi.

Siswa sedang Berjuang

Wahai pihak sekolah yang mulia.

Belajarnya siswa itu adalah perjuangan mereka.

Membaca, menghafal, mengalisis, menulis, mengerjakan tugas, ujian, dan sebagainya itu bagi siswa adalah perjuangan. Jadi sudah selayaknya kita menghargai perjuangan itu dengan menginput nilai mereka dengan benar.

Berorganisasi OSIS itu butuh pengorbanan Bapak-Ibu. Siswa mengorbankan waktu belajar dan bermain mereka untuk rapat-rapat organisasi. Bahkan jam tidur mereka berkurang.

Melakukan serangkaian kegiatan. Membuat video. Mendesain poster. Membuat event.

Bagi kita itu mungkin hal mudah. Tapi bagi mereka yang baru belajar, itu membutuhkan waktu yang lama. Mereka berjuang dan berkorban melakukan tugas-tugas organisasi siswa itu.

Belum lagi masalah-masalah yang baru dihadapi mereka saat berorganisasi. Tentu membutuhkan curahan pikiran yang lagi-lagi memakan tempo yang tidak sebentar.

Apalagi anak saya yang sejak kelas 7 menjadi pengurus. Lalu kemudian menjadi Ketua OSIS. Hitung saja berapa lama perjuangan itu dilakukannya?

Tapi penghargaan kalian untuk sekedar menginput nilai saja tidak ada. Sungguh keterlaluan.

Perjuangan dan pengorbanan mereka tidak kalian anggap. Padahal kalian makan minum juga hasil perjuangan orang tua siswa.

Dalam hal ini pihak sekolah telah mengebiri hak siswa. Atau lebih tepatnya memperkosa hak siswa untuk mendapatkan penilaian yang obyektif dan menyeluruh.

Error yang terjadi akibat kelalaian input adalah berkurangnya kesempatan siswa untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik dan sesuai harapan.

Walakhir

Sengaja saya menulis curhatan ini untuk mencegah diri saya ke sekolah ngebacot di hadapan kalian. Meledakkan amarah yang juga tidak ada solusinya.

Saya menulis sebagai bahan introspeksi. Mungkin saya yang kurang perhatian pada pendidikan anak sehingga luput mengecek persoalan-persoalan seperti ini.

Saya juga berharap dengan tulisan ini, pihak sekolah membenah diri. Mengerti apa itu HAK siswa selain mendapatkan pengajaran, mereka juga berhak mendapatkan penilaian.

Mungkin tulisan ini juga dapat bermanfaat bagi pihak sekolah manapun sebagai bahan evaluasi.

Mungkin juga penting bagi dinas pendidikan untuk mengetahui permasalahan yang dialami peserta didik dan orang tua dalam program ini. Yang selanjutnya dapat membuat aturan tambahan dan sangsi agar sekolah dapat bekerja lebih akurat.

Sangsi bisa dengan penurunan akreditasi sekolah.

Yang lebih penting lagi adalah rasa keadilan. Penilaian yang tidak akurat akan menempatkan peringkat yang tidak adil bagi peserta didik. Ada anak yang berprestasi tapi mendapat peringkat di bawah anak didik yang kurang berprestasi.

Ada sekumpulan peserta didik yang berprestasi, tapi pihak sekolahnya kurang perhatian dan kurang wawasan, maka peserta didik mereka berada jauh di bawah rata-rata sekolah yang perserta didiknya biasa-biasa saja.

Akhirnya misi Dinas Pendidikan DKI Jakarta di poin pertama; Mewujudkan akses yang merata dan berkeadilan, tidak dapat terwujud.

This post was last modified on 16/06/2022 02:38

Baca Juga

This website uses cookies.