Niatnya Sih Mau Pamer Calon Suami, Tapi…

UCI sekarang lagi senang-senangnya. Apalagi kalau bukan karena kasmaran. Ya. Dia bukan main bangga dengan calon suaminya DALI yang bekerja sebagai Mandor Pabrik. Uci yang memang sudah genit ini, kini makin genit saja dilihat. Penampilannya saja mulai bergeser dari kebiasaan. Kalau semula tidak bergincu, kini bibirnya merah menyala.

“Kita sebagai wanita zaman now harus terus mempercantik diri,” kata Uci kepada ZARA sahabatnya sejak kecil.

“Biar kata kita tinggal di desa, wanita tuh tetap butuh make up. Biar kita terus tampil cantik dan menarik. Coz, siapa coba yang mau sama kita kalo dandanan kita berantakan? Persaingan sekarang makin ketat, cyiiin.” Lanjut Uci berusaha meyakinkan Zara agar mau seperti dirinya.

“Jodohkan sudah ada yang ngatur. Kalau sudah jodoh nggak akan kemana,” kilah Zara.

“Iya sih. Tapi kan kita kudu ikhtiar. Gimana mau dapat jodoh yang baik kalau packaging kita amburadul. Zaman now orang lihat casingnya dulu, cyiiin.”

“Tapi kan yang penting dalamnya. Hatinya.”

“Aduh… itu pepatah kuno, Beb. Sekarang, gimana hati kita mau baik kalau tampang kita butek. Orang lihat ke kitanya juga segan.”

Zara diam saja. Dia belum punya kalimat untuk mendebat.

“Nih, lihat,” lanjut Uci. “Di dalam tas aku nih apa isinya? Ini peralatan make up terbaru. Nih. Ada foundation. Kamu ngerti nggak?”

“Tahu sih namanya, tapi nggak pernah makenya.”

“Gimana kamu mau tau, makenya cuman bedak bayi aja sih? Foundation itu dipake sebelum kita pakai bedak. Biar bedak lebih awet nempel di pipi kita. Bisa juga buat nutupin jerawat. Biar pipi keliatan mulus, gitu.”

“Oh gitu? Menyamarkan aib di wajah ya?”
“Ih, kamu. Diajarin malah nyinyir. Nih, pensi alis. Punya nggak kamu?”
“Nggak punya. Aku punyanya pinsil 2B buat ujian. Hehehe.”

“Hmmm… pinsil alis ini wajib banget sekarang. Biar alis kita tebal kayak Sinchan. Kalau lipbalm punya nggak?”
“Kalau lipstick sih punya.”
“Lipbalm ini buat melembabkan bibir. Kalau lipgloss biar bibir kelihatan lebih glossy. Lebih seksi gitu.”

“Ribet juga ya?”
“Kalau mau cantik ya harus ribet, gimana sih? Harus modal. Nah, itu yang sering aku bawa-bawa. Kalau di rumah sih lebih banyak lagi. Ada brush make up berbagai ukuran. Ada beauty blender, blush on, eye shadow palette, eye liner pensil, maskaran, eye brow, bedak-bedak, make up remover. Lengkap. Komplit ama tas-tasnya.”

“Modalnya besar juga ya?”
“Ada sih yang murah meriah. Beli aja sama Bunda Ela yang mengenyemangatimu. Bundanya Susan itu loh.. Ah kamu. Belinya ya dicicil lah dikit-dikit.”

“Terus kamu tahu cara makainya gimana?”
“Makanya sering-sering nonton beauty vlogger kalau mau mau pintar dandan. Ada banyak loh. Mulai dari Tasya Farasya, Vindy, Kesha Ratuliu, Dhana Xaviera, Cindercella, Suhay Salim, Hanggini Purinda Retto, Nanda Arsyinta, Abel Cantika, Sarah Ayu, Rachel Goddard. Itu sih yang sering aku tonton.”

Zara semakin bengong dengan ulasan Uci yang menggebu-gebu.

“Tapi aku paling suka sama Tasya Farasya,” lanjut Uci menjelaskan. “Tasya dandanannya lebih glamor kayak ratu-ratu gitu. Kayak putri-putri raja. Ya emang gitu sih seharusnya make up. Harus kelihatan menonjol. Masak make up tapi nggak kelihatan make up. Ya sama aja dong kita nggak make up-an.”

“Wah, kamu kelihatan ahli banget.”

“Ya iya dong. Makanya sekarang Bang Dali mandor pabrik kepincut sama aku. Dan dia segera melamar aku,” kata Uci membanggakan diri.

Sejak percakapan itu, hubungan persahabatan Uci dan Zara mulai renggang. Zara yang merasa minder dengan kondisi dan dandanan Uci yang kelihatan lebih menonjol. Uci pun lebih sering berduaan bersama Dali kapan pun ada kesempatan bersama. Meski Uci dan Dali tetap saling menjaga agar hubungan mereka tidak terlalu jauh sebelum pernikahan tiba.

Sebenarnya sih, kalau diukur wajah masih lebih manisan Zara ketimbang Uci. Cuma nasib Uci memang baik mendapatkan calon suami Mandor Pabrik.

Meski begitu Zara sama sekali tidak iri terhadap sahabatnya. Dia masih bersedia mengunjungi Uci, walaupun Uci sudah sinis terhadapnya.

Memang jabatan sekelas Mandor Pabrik di kampung itu cukup disegani. Selain kehidupannya pasti akan mapan, biasanya Mandor Pabrik sudah pasti akan mendapat pensiun berlebih.

Suatu waktu Zara mampir ke rumahnya Uci. Zara curhat kalau ia baru bertemu dengan seorang pemuda bernama TULUS.

“Tulus? Dari namanya sih kelihatannya pemuda culun.” Uci segera mengambil kesimpulan.

“Dia emang tulus seperti namanya,” kata Zara membela.

“Kayak apa sih dia? Masih gantengan mana sama Ais Rhoma si pengamat bola tarkam itu?”

“Ya, nanti kamu lihat aja deh orangnya. Aku nggak mau ngebanding-bandingin.”

“Ya udah, hari Minggu nanti, kita ajak aja calon suami kita jogging. Biar mereka kenalan gitu. Aku juga penasaran pengen lihat tampanya kayak apa?” Uci memberi usul. Zara segera mengiyakan. Zara berharap bahwa nanti hubungan persahabatannya dengan Uci bisa sehangat dulu lagi.

Dasar Uci ganjen, untuk jogging saja dia malah berdandan ala-ala putri raja. Semua alat make up sudah nempel di wajahnya. Dari foundation, lipgloss, sampai maskara. Tidak ketinggalan wangi parfum yang menyegat hingga 2 km jauhnya.

Saat Uci dikenalkan dengan Tulus, Uci menyeringai saja. Kelihatannya Tulus sedikit lebih terawat daripada Dali.

“Orang baru ya di sini?” Tanya Uci pada Tulus.

“Iya, baru dapat kerja di pabrik.”
“Oh, pasti anak buah Bang Dali ya? Pacar aku kan mandor di sana?” Tanya Uci dengan nada sombong.
“Eh, Mana Bang Dali?” Tanya Zara memotong. “Kan mau dikenalin sama Bang Tulus?”
“Lah, tadi ada di sini. Di mana dia ya?” Uci juga heran dan bertanya-tanya sendiri.

“Sebentar aku cari dulu.”
Uci meninggalkan Zara dan Tulus.

“Bang Dali… Bang Dali….” Teriak Uci. Dia mencarinya ke sana kemari. Akhirnya ketemu juga sama Dali yang sepertinya lagi ngumpet di balik pohon bonsai.

“Ngapain sih di sini, Bang? Kan mau dikenalin sama Tulus? Jangan bikin malu aku dong?” ketus Uci.

“Ehm, ehm. Gimana ya?”
“Gimana apanya sih? Kok kayak takut-takut gitu?”

“Pak Tulus itu, manajer aku di pabrik. Atasan aku. Dia memang baru ditugaskan di sini.”
“ Hah?”
Uci kaget bukan main. Tadinya dia sudah menyombongkan diri, ternyata calon suaminya adalah anak buah Tulus, calon suaminya Zara.

Uci keki setengah mati.

Tamat

NOTE: Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.

Mungkin Anda Menyukai