Mengelola Konflik Dalam Sebuah Cerita Film

Jika di artikel sebelumnya Dasar Penulisan Skenario kita membahas tentang pentingnya sebuah cerita dalam pembuatan film, maka di sini kita akan lebih lanjut membahas tentang bagaimana menata konflik agar menjadi cerita yang menarik.

Seorang penulis skenario harus menjadi pembuat konflik. Jika dalam kehidupan nyata kita selalu menghindari konflik, maka di penulisan skenario, kita harus menjadi pembuat konflik. Tanpa konflik, cerita itu tidak ada. Film kita tidak dapat memikat penonton untuk mengikuti adegan demi adegan.

Lalu bagaimana caranya membuat konflik?

Dalam kehidupan nyata, kita selalu ingin hidup yang damai-damai saja. Tenang-tenang saja. Mulus, lancar jaya tanpa hambatan. Saat kita naik mobil dari Manggarai ke Blok M, kita pengennya jalanan yang kita lewati itu mulus tanpa gradakan. Maunya kita nggak ada macet, nggak pakai lampu merah, nggak pakai ditilang polisi. Pokoknya tanpa penghalang.

Saat sekolah kita maunya lulus tanpa ujian. Tidak banyak PR atau tugas-tugas yang memberatkan. Kita maunya bisa pintar tanpa belajar. Tidak banyak aturan-aturan yang mengikat. Kalau bisa guru-gurunya nggak ada yang kejam. Semuanya humoris, jadi belajarnya enak. Kita maunya nggak ada siswa nakal yang suka menganggu bahkan membully. Kalau kita jatuh cinta, target kita langsung suka lalu jadian. Pokoknya tanpa hambatan. Mulus. Dan lancar jaya.

Begitulah keinginan-keinginan manusia. Tapi kenyataannya, hidup tidaklah semulus harapan itu. Ada saja hambatan-hambatan yang menjadi penghalang dari cita-cita itu. Maka terpaksa kita harus berjuang mengatasi penghalang-penghalang itu agar impian kita tercapai.

Kita naksir anak gadis seseorang, katakanlah teman sekolah. Setelah susah payah kita berjuang untuk merebut cintanya, ternyata orang tuanya tidak setuju karena dendam masa lalu kepada orang tua kita. Hadeuh. Terpaksa berjuang lagi. Ada saja hambatan-hambatan itu.

Maka faktor penentu dari sebuah konflik adalah hambatan atau penghalang.

Hambatan atau penghalang inilah yang harus kita cari agar tokoh utama kita mendapatkan konflik. Tidak hanya sampai di situ. Kita juga harus memaksa tokoh utama kita tadi untuk berjuang mengatasi hambatan-hambatan tadi. Tanpa perjuangan, maka kita tidak punya cerita yang menarik untuk difilmkan.

Misalnya tokoh kita hanya menerima nasib. Ya udah, kalau dia nggak suka sama gw, ya gw cari yang lain. Ya udah, kalo ortunya gak terima ya cari mertua lain aja. Gitu aja kok repot.

Tiba-tiba cerita kita jadi mandeg.

Kunci dari konflik dari cerita adalah adanya keinginan, faktor penghambat, dan perjuangan mengatasi hambatan tersebut.

Mungkin saja tokoh kita karakternya fatalis, ya udah, kalau dia nggak mau, gw bunuh diri aja. Dari keinginan bunuh diri ini kita buat faktor penghambatnya. Karena tali gantungannya kurang kenceng, dia gagal gantung diri. Saat rebahan di rel kereta api, tiba-tiba ada yang menyelamatkannya. Atau saat dia telah minum obat anti nyamuk, tiba-tiba datang kekasihnya menyatakan cintanya. Nah, timbul lagi keinginan baru, dia harus bisa selamat dari maut akibat minum racun tadi. Hambatannya adalah racun itu sudah hampir habis diminumnya.

KEINGINAN ini bisa bermacam-macam. Keinginan agar cintanya diterima. Keinginan agar orangtua si dia dapat merestui pernikahan mereka. Keinginan agar dia sukses menjalankan bisnis rumput lautnya. Keinginan agar lulus sebagai wisudawan terbaik. Dan lain sebagainya.

Ada juga keinginan yang seolah-olah tanpa keinginan. Seorang anggota CIA sedang santai menjalani masa pensiun. Dia tak punya keinginan apa-apa lagi untuk membasmi penjahat kelas kakap. Tiba-tiba ditelpon mantan bosnya bahwa anaknya disandera oleh penjahat yang dulu ditangkapnya dan sekarang ingin menuntup balas. Akhirnya terpaksa dia mengeluarkan lagi senjatanya yang sudah dikubur untuk menyelamatkan anak kandungnya. Tokoh ini seperti tidak punya keinginan, padahal keinginan dia adalah hidup santai menjalani pensiun. Tapi ada halangan dari mafia yang ingin menuntut balas.

Jadi untuk memulai sebuah cerita, tokoh kita perlu mempunyai keinginan. Dan keinginan ini jika dihambat, maka akan diperjuangkannya sampai titik darah penghabisan.

Keinginan ini tidak mutlak adalah keinginan yang sama di awal cerita. Bisa saja ada keinginan baru di tengah cerita. Bisa disebabkan faktor penghambat atau keadaan yang memaksa.

Michael Corleone sebenarnya ingin menjadi tentara yang hidupnya damai. Dia tidak ingin menjadi mafia seperti saudaranya yang lain. Tapi karena keadaan, ayahnya ditembak oleh geng mafia lain, maka keinginan dia berubah. Dia harus melindungi keluarganya. Mau tidak mau dia harus juga menjadi Don bagi keluarga besarnya. Dia harus berjuang menyelamatkan martabat keluarganya. (Nonton film The Godfather).

Keinginan Dayang Sumbi sangat sederhana, dia ingin agar siapa saja yang berhasil mendapatkan tenunannya akan menjadi saudaranya kalau dia perempuan, atau menjadi suaminya kalau dia lelaki. Ternyata yang menemukan itu adalah seeokor anjing. Karena tidak mau dimakan janjinya sendiri, mau tidak mau dia menikahi anjing itu lalu lahir seorang Sangkuriang. Karena Sangkuriang membunuh anjing yang tidak diketahui sebagai ayahnya, Dayang Sumbi mengusir anaknya sendiri. Lama tak berjumpa, Dayang Sumbi yang diberi anugerah awet muda dan kecantikan yang tidak pudar, eh bertemu Sangkuriang lalu mereka jatuh cinta dan ingin menikah. Ternyata Dayang Sumbi tahu kalau pemuda yang ingin dinikahinya itu adalah anaknya sendiri, maka dia melakukan perubahan keinginan. Dari yang ingin menikah, menjadi ingin tidak menikah sehingga dicari berbagai cara agar keinginan itu bisa tercapai.

Perubahan keinginan ini akan dibahas lebih detil lagi di bab yang lain.

Yang jelasnya, keinginan yang kuat harus ada dalam diri tokoh kita. Sehingga dia akan berjuang apapun hambatannya untuk meraih keinginan tersebut.

 

Lalu tentang penghambat?

Penghambat ini ada dua hal: Eksternal dan Internal.

Jack dan Rose di film Titanic telah jatuh cinta. Penghambatnya adalah tunangan Rose sendiri yaitu Cal. Berbagai cara dilakukan Cal agar Jack dan Rose ini berpisah. Penghambat eksternal lainnya dari kisah cinta mereka adalah tenggelamnya kapal Titanic yang akan memisahkan mereka berdua selamanya. Tetapi kenapa meski cinta mereka tidak bisa bersatu, penonton tetap saja menyukai film ini? Nantilah kita bahas di bab berikutnya tentang ending film.

Di banyak film laga, penghambat utamanya adalah penjahat yang selalu merongrong keinginan jagoan untuk menyelamatkan dunia. Biasanya kekuatan penjahat ini dibuat lebih besar daripada jagoan. Lebih sakti mandraguna daripada jagoan kita. Makanya penonton dibuat harap-harap cemas. Bisa nggak nih jagoan kita selamat. Bisa nggak dia berhasil menyelamatkan dunia dari kehancuran.

Faktor penghambat bisa saja bukan orang, atau binatang buas, atau alien yang mau menguasai bumi. Tetapi KEADAAN juga bisa jadi faktor penghambat dari keinginan tokoh kita.

Seorang anak, ingin bersekolah menggunakan sepatu. Tapi karena keadaan ekonomi keluarga yang super miskin, maka dia tidak mampu untuk membeli sepatu. Akhirnya dia tukaran sepatu dengan adiknya. (Nonton film Children of Heaven dari Iran). Adiknya sekolah pagi, dia sekolah siang. Agar dia bisa masuk kelas tepat waktu, maka dia harus berlari kencang setelah bertukar sepatu dengan adiknya. Dia akhirnya terdaftar untuk lomba lari antarsekolah. Dia sangat termotivasi untuk juara 3 karena hadiahnya adalah sepatu, lumayan biar tidak tukaran sepatu lagi dengan adiknya. Keinginanya untuk juara ketiga ini sangat kuat, meski dia menjadi pelari tercepat dan berpotensi meraih juara pertama. Tetapi ada hambatan lagi karena rivalnya dari sekolah lain tidak sanggup mendahuluinya. Dia akhirnya tetap menjadi nomor satu dan tidak bisa mendapatkan hadiah sepatu.

Begitulah hambatan. Tidak melulu persoalan penjahat (monster/alien), atau kondisi alam (gempa, hutan rimba, kiamat). Bisa saja dari elemen lain yaitu keadaan.

Sedangkan penghambat internal biasa konflik yang dialami dari diri sendiri. Ragu-ragu tokoh kita, apakah harus begini atau begitu. Kalau begini akibatnya akan begitu. Kalau begitu akibatnya akan begini. Kisah Dayang Sumbi adalah kisah yang melawan dirinya sendiri. Melawan keinginannya untuk menikah dengan anaknya sendiri.

Konflik internal biasanya juga timbul karena tekanan psikologis, jumawa dengan kecerdasan, atau penyakit kejiwaan lainnya. Meski tidak selalu itu sebabnya.

Film Shutter Island yang diperankan oleh Leonardi Dicaprio tentang seorang Marsekal yang pergi ke sebuah pulau tempat para pengidap sakit jiwa. Dia ceritanya ingin mengangi hilangnya seorang pasien yang sangat berbahaya. Dia mencurigai semua orang. Eh, ternyata dialah pasien sakit jiwa yang paling berbahaya itu. kira-kira gitulah cerita tentang orang yang melawan dirinya sendiri. Ada keinginan yang penghambatnya adalah dirinya sendiri.

Penghambat eksternal dan internal dalam film ini bisa saja tunggal. Maksudnya tokoh utama kita dihambat oleh faktor eksternal saja atau internal saja. Bisa juga gabungan kedua. Kadang terhambat oleh faktor internal, kadang juga oleh faktor eksternal.

 

Akhirnya tentang PERJUANGAN.

Bahwa hampir semua kisah film adalah tentang perjuangan. Perjuangan untuk sampai pada titik pencapaian tertentu. Perjuangan untuk meraih cita. Perjuangan dalam meraih impian. Perjuangan untuk mendapatkan keinginan-keinginannya.

Tanpa perjuangan, niscaya tidak akan ada kisah yang menarik. Tanpa perjuangan yang berletih, maka tidak akan ada ending film yang bisa memuaskan penonton. Dengan perjuangan, penonton akan betah mengikuti alur kisah yang kita sajikan.

Coba bayangkan saja jika Jack tidak berjuang meraih cintanya bersama Rose? Mungkin dia akan terjun dari kapal. Atau berdiam diri saja di dek kapal.

Tanpa perjuangan, mana mau Mas Gagah berusaha meyakinkan Gita adiknya untuk menggunakan jilbab? (Nonton film Ketika Mas Gagah Pergi the Movie).

Tanpa perjuangan, mana kita dapatkan Khairul Azzam di film Ketika Cinta Betasbih menyelesaikan kuliahnya?

Inilah menariknya saat kita menonton film. Kita akan selalu diajarkan untuk gigih berjuang dalam meraih impian. Sebesar apapun halangan itu. seberat apapun rintangan itu.

Mungkin Anda Menyukai