Belajar Dari Sang Ustadz. Ulasan Akting Sahrul Gunawan di Jalan Lain Ke Sana

Sinetron “Jalan Lain Ke Sana” adalah serial Ramadhan produksi Prima Entertainment yang tayang di SCTV tahun 2002. Disutradarai oleh Chaerul Umam dan penulis skenario Misbach Yusa Biran. Dibintangi oleh Sahrul Gunawan, Eno Lerian, Alya Rohali, Inneke Koesherawaty, Devi Permatasari, Ikang Fawzi, Tizar Purbaya, Jerio Jeffry, Eza Yayang, Baron Hermanto, Fuad Idris, Ujang Ronda, Mustafa, Sudarmi Suyadi, Fadillah, Andi Biru Laut, Iwan Gardiawan, Syaiful Amri, Cici Tegal, Pardi Bagus, Chandra Sundawa, Hj. Ecih, M. Ali Syafei Bima, Apriansyah, Ibu Safnah, Aji Sutarman, dan lain-lain.

 

Sinopsis

Jaka (Sahrul Gunawan) pergi ke Jakarta dengan niat mencari kakaknya (Iwan Gardiawan) yang lama tak pulang kambung. Di Jakarta malah bertemu Marni (Alya Rohali) yang bekerja sebagai pramusaji di sebuah tempat karaoke secara tidak sengaja. Marni lalu membujuk Pak Sam (Tizar Purbaya) bos sebuah perusahaan yang menjadi langganan di tempat karaoke tersebut untuk memberi pekerjaan kepada Jaka. Jaka pun diberi tugas untuk menjadi marbot Musholla kantor yang lama tak terpakai dan telah menjadi Gudang.

Dari sini lah Jaka bertemu banyak orang. Mulai dari orang-orang kantor, pedangang kaki lima di belakang kantor, Noni (Eno Lerian) mahasiswa, orang-orang dari beragam profesi, dan latar belakang. Karena akhlak yang baik dan pemahaman keIslaman yang cukup baik. Orang-orang ini mengkonsultasikan masalah-masalah mereka kepada Ustadz Jaka. Ustadz Jaka pun melayani mereka dengan kesabaran yang tinggi dan pendekatan kemanusiaan yang halus. Sehingga orang-orang kota yang punya seabrek masalah ini merasa enjoy berkonsultasi dengan ustadz dari pedalaman.

 

Nah, lantas seperti apa ulasan akting Sahrul Gunawan?

Berikut tulisan lawas yang baru diposting.

 

Ustadz Jaka (Sahrul Gunawan) tengah memberikan ceramah di hadapan mahasiswa teman-temannya Noni (Eno Lerian). Jaka mengutip ayat-ayat Al-Quran tentang orang-orang yang mendustakan agama. Mahasiswa ada yang bertanya, lalu dijawab Jaka dengan canda. Mahasiswa senang mendapatkan pelajaran agama dengan hati riang.

 

Dari sekian banyak sinetron Ramadhan yang hadir di rumah-rumah kita, hanya sedikit dari aktornya yang memiliki kemampuan mengidentifikasikan dirinya sebagai seorang da’I atau ustadz, atau kyai. Sebab utamanya adalah karena tak mampu dengan fasih membaca Quran. Padahal, semua ustadz di kehidupan nyata, pasti memiliki kemampuan dasar ini. Konsekuensi dari ketidakmampuan ini menjadikan para aktor tidak total dalam memerankan tokoh ustadz. Akhirnya tidak mampu meyakinkan penonton bahwa dia adalah the real ustadz.

Tuntutan peran sebagai ustadz di banyak program Ramadhan memang memaksa banyak aktor kita menerima tugas meski kemampuannya menyelami karakter seorang ustadz sangat lah dangkal. Sedangkan untuk memerankannya tidaklah gampang. Ada pelbagai syarat dan kemampuan lebih. Layaknya bila ingin menjadi tokoh utama di film India yaitu: kemampuan menari dan bernyanyi.

Di serial JLKS ini, Sahrul Gunawan patut kita acungkan jempol. Ia fasih membaca Quran. Meski belum lah sempurna, tetapi patut diapresiasi atas keinginannya untuk terus berlatih dan meningkatkan potensinya itu. Kemampuannya ini teruji pada adegan memberi ceramah, memberi kuliah liar kepada mahasiswa, mengumandangkan azan, imam shalat jamaah, atau sekedar memberi dan menjawab salam.

Baca juga: Siapakah Pencetus Istilah NKRI?

Kemampuan Sahrul mengeksplorasi unsur motoriknya pun sangat apik. Penjiwaan (inner acting) tentang kesederhanaan pribadi Jaka yang mampu menyelesaikan berbagai problematika orang kota. Dalam konteks ini pula, Chaerul Umam selaku sutradara menguasai lalu mengeksplorasi kemampuan Sahrul untuk memaksimalkan peran kemanusiaan sebagai seorang ustadz Jaka tidak hanya tenang dalam pembawaan, bijak dalam menyelesaikan masalah, cerdas dalam menyiasati kemungkinan yang ada, tetapi juga marah bila Noni terlalu rewel dan suka memaksa. Marah bila Mbok Sarpan (Sudarmi Suyadi) terlalu memuji dan membela Jeng Marni (Alya Rohali. Namun marahnya bukan meledak-ledak seakan ingin memangsa. Melainkan marah yang pada fungsinya mengingatkan.

Sahrul Gunawan betul-betul menjelma menjadi seorang ustadz yang sederhana tetapi luar biasa. Sederhana dari sisi performa, gesture, juga keinginan. Tetapi luar biasa dalam hal fikih dakwah, wawasan keagamaan, dan jitu dalam mendapatkan solusi dari permasalahan urban.

Keseimbangan motorik pada diri Sahrul juga yang memungkinkan ia mengembangkan talenta pada berbagai kesempatan ekspresi dan emosi yang fluktuatif. Keseimbangan mengikuti dinamika dan akselerasi schedule shooting yang kadang membingungkan. Pada suatu saat ia harus senang dan gembira, pada detik berikutnya ia harus menangis tersedak mengingat bapaknya di kampung. Dia sangat sadar akan tubuhnya. Kontrol gerak tubuh sangat akurat. Bahkan Sahrul dapat mengulang adegan dengan tepat saat pengambilan adegan yang sama, dengan angle camera yang berbeda.

Baca: Dakwah Itu Mencerdaskan, bukan Membodohkan

Kecerdasan dan kecepatannya belajar sesuatu yang baru membuatnya tidak rikuh memainkan adegan fighting. Ia sangat cepat menangkap pelajaran menyerang dan bertahan serta “kembangan” dalam silat yang dipraktekkan instruktur fighting. Hampir tidak ada stuntman yang mengantikannya terkecuali beberapa cover shot tendangan yang memang tidak penting dilakukan oleh pemeran utama. Dengan kecerdasannya pula ia sanggup menghafal dialog-dialog panjang dengan segera. Ini sangat membantu proses percepatan syuting.

Sahrul, sensitifitasnya bergabung dengan kecerdasan emosionalnya menghasilkan pemahaman peripurna tentang kisi-kisi kehidupan seorang ustadz muda dari pedalaman. Tentang jiwa, motivasi dan setiap letupan emosi. Yang polos tetapi memiliki harga diri di hadapan para atasannya. Yang lemah lembut namun punya kekuatan berdiri di atas kaki sendiri tanpa tergantung sangat dengan orang lain. Yang jujur tetapi tidak segan membantu bosnya bersandiwara untuk menghindar perpecahan keluarga.

Sahrul membawa seluruh jiwanya pada pencapaian estetika peran yang realistis. Mungkin saja Sahrul punya obesei kuat ingin seperti Jaka. Seluruh energinya dimaksimalkan untuk menjadi Jaka yang sesungguhnya.

 

Faktor Pendukung Sukses Sahrul

Dagu Sahrul Gunawan yang mulus itu terpaksa harus direlakan, dipajang janggut tipis sepanjang satu inci. Yang pemasangannya membutuhkan waktu kurang lebih 30 menit. Meskipun janggut bukanlah atribut wajib para ustadz, tetapi janggut pada Sahrul justru sangan mendukung untuk memberi kesan ketenangan dan kedamaian sekaligus keseriusan wajah seorang ustadz muda. Janggut mampu menambah kesan kewibawaan seorang ustadz yang bijak. Yang selalu merendah hati tetapi harga dirinya tetap terjaga.

 

Garis-garis vertikal janggut itu berhasil menghilangkan keculunan yang tertempel pada Sahrul di sinetron “Jin & Jun”. Janggut berfungsi menutupi usia Sahrul Gunawan yang dini karena citra dia yang disandingkan dengan Agnes Monica pada sinetron Pernikahan Dini. Sedangkan di JLKS ia harus bersanding dengan Alya Rohali (Marni), Inneke Koesherawaty (dr. Laela), dan Diah Permatasari (Dewi) yang nota bene lebih tua dari Sahrul. Janggut sangat berarti bagi Sahrul dalam memerankan Jaka. Bisa dibayangkan seorang Sahrul Gunawan tanpa Janggut? Apa yang akan terjadi dengan ustadz Jaka?

Faktor pendukung kesuksesan berikutnya adalah penyutradaraan Chaerul Umam. Sama seperti ketika Chaerul Umam membawa Deddy Mizwar, Lydia Kandou, El-Mani, dan Igo Ilham kepada kemampuan akting yang prima. Kontrol sutradara terhadap dialog, gerak tubuh, motivasi, dan emosi yang begitu ketat dan detil adalah totalitas kerja dan hasil interpretasi skenario dari seorang maestro seperti Chaerul Umam. Seringkali Sahrul tidak menyangka bahwa emosi atau intonasi yang musti dibawakannya adalah yang seperti arahan sutradara. Sering terjadi perbedaaan interpretasi antara aktor dan sutradara. Maka tentu saja sang aktor yang melayani keinginan sutradara. Bakat besar seorang aktor akan semakin terasah di tangan sutradara handal.

Baca juga: Chaerul Umam dari Aktor menjadi Sutradara

Terakhir. Puji-pujian ini bukanlah berlebihan terhadap hasil akting Sahrul Gunawan dalam serial Ramadhan “Jalan Lain Ke Sana” ini. Anda bisa membandingkannya sendiri dengan aktor di sinetron bulan Ramadhan lainnya. Ya seperti Dicky Chandra di Lorong Waktu. Dede Yusuf di Sentuhan Silaturrahim (FTV, SCTV), Ikang Fawzi Da’i dan Istana Tanpa Jendela (FTV, SCTV), Jerio Jeffry Sejuta Kasih Sayang (Cermin, Lativi), dan aktor lainnya.

Walakhir, talenta besar akan berkembang jika mendapatkan skenario, karakter, dan penyutradaraan yang bagus pula. Jika tidak, maka talenta terebut akan tenggelam seiring dengan berlalunya waktu. Sahrul memiliki potensi besar menjadi aktor besar. Kalau mau disamakan dengan aktor Hollywood, maka Sahrul mirip-mirip Leonardo DiCaprio. Bisa memerankan apa saja. Didukung dengan wajah yang fleksibel bisa dibuat lebih tua maupun lebih muda.

NONTON DI SINI

https://www.youtube.com/watch?v=LdoS1DoNWgo

Firman Syah,

Pencatat Adegan di serial “Jalan Lain Ke Sana” (2002)

 

Mungkin Anda Menyukai