8 Sutradara Film Iran Yang Dipenjara dan Dikucilkan

Setelah revolusi Iran yang mana Shah Reza Mohammad Reza Pahlavi digulingkan lalu diganti dengan Republik Iran yang berteologi Syiah, perfilman Iran mengalami kelesuan. Rezim baru pimpinan Ayatollah Khomeini memberlakukan pengetatan terhadap konten film yang tidak sesuai dengan ajarannya.

Kebijakan politik rezim berdampak pada sekitar 180 bioskop atau sepertiga di seluruh negara – dihancurkan atau dibakar. Bahkan ada satu peristiwa yang langka dan mengerikan, 377 penonton dibakar hidup-hidup saat menonton film dari sutradara Masoud Kimiai “Gavaznha” (The Deer, 1975) di bioskop Rex di kota Abadan.

Rezim Khomeini memberlakukan pembatasan yang sangat ketat kepada para sineas. Tidak boleh ada adegan fisik yang romantis, tak boleh ada kritik ke Republik, sampai larangan menyanyi dan menari untuk perempuan di dalam layar. Pada 1979, dari total 2.000 judul yang masuk ke pemerintah, hanya ada 200 film yang “layak tayang”. (Sumber: tirto.id)

Jika sutradara Indonesia banyak yang mengeluh tentang ketatnya sensor di negeri sendiri, nampaknya tidak seberapa jika dibandingkan dengan kebijakan sensor di Iran pasca revolusi. Badan sensor mereka berada di bawah Ministry of Culture and Islamic Guidance, yang menjadi momok menyeramkan bagi pelaku kreatif. Film-film yang dianggap kritis terhadap pemerintah dan dianggap melawan ajaran Syiah, jangan harap bisa lolos sensor dan tayang di bioskop.

Pengekangan luar biasa terhadap kreatifitas seniman film membuat para sineas Iran patah arang. Banyak di antara mereka yang memilih berkarya di luar negeri. Namun ada juga yang melawan atau main akal-akalan dengan gaya sensor pemerintah.

Sineas yang melawan dan tak mau berkompromi, ada yang terpinggirkan, dibungkam, disiksa, dipenjara, bahkan disita harta bendanya.

Hal ini disingkap oleh Hamid Naficy seorang penulis berkebangsaan Iran dalam karyanya “Neorealism Iranian Style.” Lalu siapa saja sutradara yang penah mendekam dalam penjara dan dikucilkan?

Jafar Panahi

Jafar Panahi, lahir di Meyaneh, Azerbaijan, 11 Juli 1960 adalah sutradara film, penulis skenario, dan editor film. Panahi selalu terkait dengan gerakan film Iran New Wave. Setelah beberapa tahun membuat film pendek dan bekerja sebagai asisten sutradara Abbas Kiarostami, Panahi meraih pengakuan internasional dengan debut filmnya, The White Balloon (1995). Film ini memenangkan Caméra d’Or di Festival Film Cannes 1995, penghargaan besar pertama yang dimenangkan oleh film Iran di Cannes.

Panahi dengan cepat dikenal sebagai salah satu pembuat film paling berpengaruh di Iran. Filmnya sering dilarang di Iran, tetapi ia terus menerima pujian internasional dari para ahli dan kritikus film dan memenangkan banyak penghargaan, termasuk Golden Leopard di Locarno International Film Festival for The Mirror (1997), Golden Lion di Venice Film Festival untuk The Circle (2000), dan Silver Bear di Berlin Film Festival for Offside (2006). Film-filmnya dikenal karena perspektif humanistiknya tentang kehidupan di Iran, sering kali berfokus pada kesulitan anak-anak, orang miskin, dan wanita.

Setelah beberapa tahun berkonflik dengan pemerintah Iran atas konten filmnya, Panahi ditangkap pada Maret 2010 bersama istri, putrinya, dan 15 temannya, dan kemudian didakwa dengan propaganda melawan pemerintah Iran. Meskipun mendapat dukungan dari pembuat film, organisasi film, dan organisasi hak asasi manusia di seluruh dunia, pada Desember 2010 Panahi dijatuhi hukuman enam tahun penjara dan larangan 20 tahun untuk menyutradarai film apa pun, menulis skenario, memberikan wawancara dengan media Iran atau asing, atau meninggalkan negara itu kecuali untuk perawatan medis atau menunaikan ibadah haji.

Penangkapan tersebut memicu petisi yang ditandatangani oleh banyak aktor dan sutradara terkenal (Steven Spielberg, Robert De Niro, Coen bersaudara). Belakangan, di festival film Cannes, Juliette Binoche menangis di podium setelah mendengar laporan bahwa Panahi telah mulai melakukan mogok makan. Dia akhirnya dibebaskan dengan jaminan pada akhir Mei tahun itu.

Sambil menunggu hasil banding saat menjadi tahanan rumah, dia membuat “This Is Not a Film” (2011), sebuah film dokumenter. Film itu diselundupkan keluar dari Iran dengan flash drive yang disembunyikan di dalam kue dan dipertontonkan di Festival Film Cannes 2011.

Rekan-rekan sineas Panahi banyak yang meninggalkan Iran untuk berkarya di luar negeri. Namun Panahi memilih tetap bertahan dan terus berkarya. Dia selalu mengidentifikasi dirinya sebagai pembuat film Iran yang berbasis di Iran. Itu adalah sikap yang mungkin akan merugikannya. Filmnya, The Circle (2000) menjadi kritik yang berapi-api atas perlakuan terhadap wanita di Iran. Crimson Gold (2003) menyoroti krisis maskulinitas di kelas bawah bangsa, dan Offside (2006) dipicu oleh pengalaman putrinya, yang ditolak masuk ke stadion sepak bola karena jenis kelaminnya. Ketiga film tersebut memenangkan penghargaan di festival internasional. Ketiga film itu dilarang di Iran.

“Saya tidak tahu apa yang akan saya lakukan dalam situasinya,” ungkap Ken Loach seorang sineas asal Inggris. “Tentu saja solusi terbaik adalah pembuat film membuat film di negaranya sendiri, di mana dia memahami nuansa bahasanya dan dapat melihat detail di bawah permukaan.

“Jika Anda memilih untuk membuat film di luar habitat alami Anda, Anda benar-benar mendekati obyek seperti seorang turis. Jadi saya sangat menghormati keputusan pria itu untuk tetap tinggal, meskipun jelas ada bahaya yang ditimbulkan.”

“Panahi memiliki semangat pemberontak. Dia mengubah situasi menjadi keuntungannya. Dia tak terbendung, jadi dia menemukan cara untuk mengatasi rintangan apa yang mereka berikan padanya. Bahkan jika mereka memasukkannya ke dalam sel, dia mungkin akan membuat film tentang kencing di ember,” kata  Omid Djalili seorang komikus Inggris-Iran.

Filmografi Jafar Panahi

1995       The White Balloon

1997       The Mirror

2000       The Circle

2003       Crimson Gold

2006       Offside

2011       This Is Not a Film

2013       Closed Curtain

2015       Taxi

2018       Three Faces

Mohsen Makhmalbaf

Mohsen Makhmalbaaf lahir di Teheran, Iran, 29 Mei 1957 adalah sutradara, penulis, editor film, dan produser film Iran. Dia telah membuat lebih dari 20 film layar lebar, memenangkan sekitar 50 penghargaan dan menjadi juri di lebih dari 15 festival film besar. Filmnya memenangi banyak penghargaan termasuk Kandahar. Dokumenter terbarunya adalah The Gardener dan film terbarunya The President .

Film Makhmalbaf telah banyak ditampilkan di festival film internasional dalam sepuluh tahun terakhir. Dia termasuk sutradara dalam gerakan gelombang baru sinema Iran. Majalah Time memilih film Kandahar tahun 2001 sebagai salah satu dari 100 film teratas sepanjang masa. Pada tahun 2006, ia menjadi anggota Juri di Festival Film Venesia.

Berbeda dengan Jafar Panahi, Makhmalbaf memilih meninggalkan Iran pada 2005 tak lama setelah pemilihan Mahmoud Ahmadinejad, Presiden keenam Iran. Ia memilih tinggal di Paris untuk tetap bisa berkarya tanpa tekanan pemerintah Iran.

Makhmalbaf memang pribadi pemberontak. Sejak muda dia tak mampu melihat kesewenang-wenangan penguasa. Pada usia 15 tahun, ia terlibat dalam kelompok militan yang berperang melawan pemerintahan Reza Pahlavi, Shah Iran saat itu. Ia sempat dipenjara selama 5 tahun karena dijatuhi hukuman mati. Tapi akhirnya ia bebas setelah revolusi Iran.

Filmnya Kandahar (2001) berkisah tentang seorang jurnalis di Kanada bernama Nafas yang diperankan Nelofer Pazira kembali ke Afganistan untuk menyelematkan saudarinya yang cacat karena gagal bunuh diri.  

Sepanjang perjalanannya, Nafas merekam kesannya ke dalam tape recorder portabel. Nafas belajar lebih banyak tentang kesulitan yang dihadapi wanita; dan terlebih lagi, bagaimana perang bertahun-tahun telah menghancurkan masyarakat Afghanistan.

Dia melihat anak-anak merampok mayat untuk bertahan hidup, orang-orang memperebutkan anggota tubuh palsu yang mungkin mereka butuhkan jika mereka berjalan melalui ladang ranjau, dan dokter yang memeriksa pasien wanita dari balik tirai dengan lubang di dalamnya.

Film ini sebenarnya mengkritik juga kondisi di negaranya, Iran. Tapi berhasil lolos sensor karena Makhmalbaf menggunakan setting negara lain. Inilah yang mengecoh lembaga sensor pemerintah.

Selain itu Makhmalbaf menyimpulkan, “Pembunuh sebenarnya adalah para pemimpin dunia. Tidak ada pengadilan yang tidak memihak. Hati nurani manusia mendefinisikan arti dari kata-kata seperti “pembunuhan”, “terorisme”, dan “kejahatan”. Tapi penguasa lah yang menentukan artinya. Ibarat pencuri kabur setelah merampok, lantas berteriak: “Tangkap pencuri!”

“Saya ingin menggambarkan bahwa masyarakat juga punya andil kesalahan karena mereka diam. Sejarah kediktatoran adalah sejarah diamnya masyarakat juga. Sering kali kediktatoran hadir bukan berdasarkan kekuatan — tapi kediktatoran berdasarkan ketakutan.”

Makhmalbaf terpaksa meninggalkan Iran pada tahun 2005 dan akan menghadapi hukuman penjara jika dia kembali.

“Saya pindah dari Iran 14 tahun lalu ketika sensor tinggi dan mereka tidak mengizinkan saya membuat lebih banyak film,” kenangnya. “Saya pergi ke Afghanistan selama dua tahun. Kami membuat film di sana, menyelenggarakan lokakarya sinema dan kegiatan LSM.”

“Kemudian Iran mengirim teroris untuk membunuh saya,” klaimnya. “Mereka meledakkan bom selama kami syuting.”

Ini mendorong Makhmalbaf untuk pindah ke Tajikistan di mana dia tinggal dan bekerja selama dua tahun berikutnya. Kemudian, karena ancaman penangkapan oleh agen rahasia, dia memindahkan keluarganya ke Eropa.

Makhmalbaf tinggal di Prancis selama dua tahun tetapi polisi rahasia kembali mengincarnya setelah Iranian Green Movement tahun 2009, lantas sutradara itu diberi pengawalan polisi.

Dia tinggal di London sejak 2011, di mana dia mengadakan lokakarya untuk akting dan pembuatan film, dan yang paling baru menyutradarai drama Italia Marghe And Her Mother, yang diputar di Busan di tahun yang sama.

Makhmalbaf memiliki 2 putri yang juga menjadi sutradara: Samira dan Hana Makhmalbaf.

Mahmoud Rasoulof

Mohammad Rasoulof lahir 16 November 1972 di Shiraz, Iran  adalah pembuat film independen. Dia belajar sosiologi dan saat ini dia tinggal di Teheran dan di Hamburg.

Film panjang pertamanya, The Twilight (Gagooman), dirilis pada 2002 dan dianugerahi Crystal Simorgh untuk Film Pertama Terbaik di Festival Film Fajr di Teheran. Film keduanya, Iron Island (Jazire-ye ahani), dirilis pada tahun 2005. Filmnya The White Meadows (Keshtzarha-ye sepid) dirilis pada tahun 2009.

Film Goodbye (Be omid-e didar) ditayangkan perdana di Festival Film Cannes 2011 di sesi Un Certain Regard dan memenangkan hadiah untuk penyutradaraan.  Filmnya, Manuscripts Don’t Burn, juga diputar di Festival Film Cannes 2013 di mana ia memenangkan Hadiah FIPRESCI. A Man of Intergrity memenangkan hadiah utama di sesi Un Certain Regard di Festival Film Cannes pada 2017. There Is No Evil dianugerahi Golden Bear di sesi kompetisi utama di Festival Film Internasional Berlin ke-70 pada tahun 2020.

Pada 2010, Rasoulof ditangkap di lokasi syuting dan dituduh membuat film tanpa izin. Dia dijatuhi hukuman oleh pemerintah Iran enam tahun penjara. Tapi kemudian dikurangi menjadi satu tahun. Sejak itu dia dibebaskan dengan jaminan, dan menunggu hukuman dilakukan.

Pada September 2017, paspornya disita saat kembali ke Iran, yang berarti ia menjadi Mamnu’ul Khuruj, yaitu dilarang meninggalkan negara itu.

Pada 23 Juli 2019, Rasoulof dihukum oleh Pengadilan Revolusi Iran dengan satu tahun penjara dan larangan dua tahun untuk meninggalkan negara dan partisipasi dalam kegiatan sosial dan politik karena filmnya “A Man of Integrity”. Ia dituduh “berkumpul dan berkolusi melawan keamanan nasional dan propaganda melawan sistem”.

Sekitar 5 Agustus 2019, Rasoulof mengajukan banding atas putusan tersebut. Dalam perjalanannya ke pengadilan, sebagai bentuk solidaritas profesional, ia dan pengacaranya didampingi oleh beberapa sutradara film Iran yang paling terkenal dan orang-orang film lainnya, seperti: Kianoush Ayyari , Majid Barzegar, Reza Dormishian, Asghar Farhadi, Bahman Farmanara, Rakhshān Banietemad, Fatemeh Motamed-Arya, Jafar Panahi, Hasan Pourshirazi dan lainnya.

Pada 4 Maret 2020, Rasoulof dijatuhi hukuman satu tahun penjara untuk tiga filmnya, yang dianggap sebagai “propaganda melawan sistem”. Putusan itu juga termasuk larangan membuat film selama dua tahun. Dia telah menyatakan bahwa dia bermaksud untuk mengajukan banding atas keputusan tersebut dan tidak akan menyerahkan diri, mengingat pandemi virus korona yang sedang berlangsung, yang telah membiarkan Iran membebaskan 54.000 tahanan sementara untuk mencegah penyebaran virus.

Mengapa Rasoulof tetap membuat film meski selalu di bawah tekanan rezim? “Kekuatan Anda adalah mengatakan TIDAK,” kata salah satu karakter dalam film Mohammad Rasoulof, There is No Evil.

Menyikapi pertanyaan moral seputar hukuman mati, film ini juga menjadi metafora untuk karya sineas itu sendiri: Dengan mengarahkan dan menentang otoritas yang lalim, Mohammad Rasoulof mengungkapkan kekuatannya, sambil mengetahui bahwa tindakannya akan membawa konsekuensi tragis dan personal. kerugian.

Rasoulof tidak diizinkan melakukan perjalanan ke Berlin untuk pemutaran perdana filmnya pada hari Jumat. Negara menyita paspornya sekembalinya ke Iran pada 2017, setelah pembuat film itu memenangkan hadiah utama di bagian Tidak Tertentu di Festival Film Cannes bersama A Man of Integrity. Sutradara tidak dapat kembali ke rumahnya di Hamburg, tempat keluarganya masih tinggal.

Berbagai asosiasi dari komunitas film Eropa menyerukan revisi terhadap putusan tersebut. “Kami sangat prihatin dengan perintah penahanan untuk Mohammad Rasoulof. Mengejutkan bahwa seorang sutradara dihukum begitu keras atas karya seninya,” kata direktur Berlinale, Mariette Rissenbeek dan Carlo Chatrian, dalam pernyataannya pada 9 Maret 2020. Otoritas Iran akan segera merevisi keputusan tersebut. “

Keywan Karimi

Keywan Karimi lahir 21 September 1985 di Baneh, Kurdistan. Dia adalah sineas independen asal Kurdi. Karimi mengawali karyanya dengan sederet film dokumenter pendek yang mengkritik kehidupan manusia di Iran. Dia dijatuhi hukuman enam tahun penjara dan 223 cambukan karena konten filmnya.

Pada 14 Desember 2013 pukul 8 pagi, Pengawal Revolusi muncul di rumah Keywan dengan surat perintah penangkapan. Mereka membawanya, hard drive dan materi lainnya disita. Karimi dibawa ke Penjara Evin di mana dia diinterogasi dan dikurung di sel isolasi selama dua minggu. Namun pada 26 Desember 2013 Keywan dibebaskan dengan jaminan $ 100.000.

Antara Maret 2014 dan September 2015 Keywan tampil delapan kali di pengadilan untuk membela diri, terlepas dari bukti apa pun yang dia berikan.

Pada 13 Oktober 2015 ia dijatuhi hukuman oleh Pengadilan Revolusi Islam Syiah enam tahun penjara dan 223 cambukan karena “mengajak melawan sistem yang berkuasa” dan “menghina kesucian agama. Dia dituduh menghina rezim dalam klip musik dan film dokumenter. “Writing on the City” adalah film dokumenter berdurasi 60 menit yang menggunakan sudut yang tidak biasa dan unik yang berfokus pada slogan-slogan yang tertulis di dinding dan Grafiti di kota Teheran.

Karimi banyak menerima penghargaan intenasional atas film-filmnya. Kerap dipenjara karena film-filmnya yang dituduh keras mengkritik rezim yang berkuasa. Meskipun begitu, dia tidak tahu apakah dia akan membuat film lagi di Republik Iran.

Keywan Karimi memuji tekanan internasional atas pembebasannya yang lebih awal setelah vonis enam tahun penjara, serta terbebas dari 223 cambukan yang merupakan bagian dari hukumannya.

Karimi mengatakan dalam sebuah wawancara melalui Skype bahwa dia menjalani hukumannya di penjara Evin Teheran, yang menahan tahanan politik dan warga negara ganda yang ditahan oleh aparat keamanan. Dia menghabiskan bulan pertamanya di sel isolasi, tempat yang dia gambarkan sebagai “sangat kotor, sangat dingin.”

Dia menderita sakit di perut dan kakinya, tapi akhirnya sembuh. Keywan kemudian dimasukkan ke dalam penjara umum, berbagi kamar dengan 20 tahanan lainnya.

“Kamu jauh dari kebebasan, jauh dari sesuatu yang kamu cintai,” kata Karimi.

Karimi dihukum karena “menghina kesucian” di Iran, yang pemerintahannya diawasi oleh Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei.

Tahmineh Milani

Tahmineh Milani adalah seorang aktivis feminis, sutradara film, dan produser. Milani lahir tahun 1960 di Tabriz, Iran. Dia adalah istri dari aktor dan produser Iran Mohammad Nikbin.

Karir penyutradaraan Milani menghasilkan film-film pemenang penghargaan, seperti Two Women, The 5th Reaction, dan The Unwanted Woman. Filmnya sering berfokus pada masalah budaya atau sosial, termasuk hak-hak perempuan dan Revolusi Iran 1979.bMilani menyatakan bahwa salah satu masalah terpenting di Iran adalah ketidakmampuan untuk mengekspresikan kepribadian sejati seseorang. Milani menganggap bahwa pria dan wanita Iran menjalani kehidupan ganda.

Film-film awalnya mirip dengan dongeng, seperti film tahun 1990 The Legend of a Sigh yang menampilkan karakter seorang penulis yang gagal dan berteman dengan desahan keputusasaan. Desahan itu terus mengajarinya tentang wanita dengan masalah yang jauh lebih besar di dunia, namun tetap bahagia.

Dua tahun kemudian, What Did You Do Again?, Milani menceritakan kisah tentang seorang gadis muda yang bertekad mengubah keluarganya hanya dengan berbicara kepada dirinya sendiri. Milani berusaha mengakali sensor Iran yang ketat. Ia terpaksa mengganti pemeran utama wanita dengan anak laki-laki.

Kaum konservatif garis keras menuduh Milani mendorong perempuan untuk memberontak melawan sistem pemerintahan Iran. Tapi Milani menangkis kritik dengan mengatakan bahwa para lelaki hanya takut melihat istri mereka melakukan pemberontakan karena filmnya.

Dalam film-film selanjutnya, Milani mengadopsi gaya yang lebih melodramatis dan lebih fokus pada masalah gender dan karakter wanita menjadi subjek penindasan dan diskriminasi yang intensif.

Pemerintah menuduh Milani sebagai seorang anti-revolusioner karena alur cerita film The Hidden Half tahun 2001 yang berkisah tentang seorang mahasiswa kiri melawan rezim Shah Mohammad Rezā Shāh Pahlavi. Kisah cinta utama film tersebut juga menuai kritik, karena penggambaran hubungan karakter utama dengan seorang pria lanjut usia. Meskipun mendapat izin untuk memproduksi film tersebut dari pemerintah reformis Khatami, dia dipenjara pada tahun 2001.

Muncul reaksi dari banyak sutradara terkenal di dunia termasuk Francis Ford Coppola dan Martin Scorsese yang menyebabkan pemerintah membebaskan Milani setelah dua minggu, tetapi tuntutan resmi tidak pernah dibatalkan.

Film Milani tahun 2005 “Unwanted Woman” menceritakan kisah seorang wanita yang dipaksa membatalkan perjalanan dengan temannya karena undang-undang yang melarang perjalanan bagi pasangan yang belum menikah.

Film Vakonesh Panjom (The Fifth Reaction) adalah kisah tentang seorang wanita yang meninggalkan kekayaan, rumah, dan anak-anaknya setelah kematian suaminya. The Fifth Reaction, yang dirilis pada tahun 2003, merupakan film ketujuh Tahmineh Milani tentang posisi dan hak sosial perempuan dalam masyarakat patriarki.

Milani membahas masalah seksisme, ketidaksetaraan dan ketidakadilan sosial, dan terutama pengabaian hukum. Hak perempuan dalam kasus hak asuh anak, Milani menyadarkan perempuan dan menginspirasi mereka untuk memperjuangkan hak-haknya. Meskipun dianggap lebay oleh penonton, tema film tersebut dengan jelas menuntut kesetaraan kehidupan di Iran yang teokratis.

Maziar Bahari

Maziar Bahari lahir 25 Mei 1967 adalah seorang jurnalis Iran-Kanada, pembuat film dan aktivis hak asasi manusia. Ia adalah reporter Newsweek dari 1998 hingga 2011. Bahari ditahan oleh pemerintah Iran dari 21 Juni 2009 hingga 17 Oktober 2009,

Pada pagi hari tanggal 21 Juni 2009, selama protes pemilihan presiden Iran 2009, Bahari ditangkap di rumah keluarganya di Teheran dan dibawa ke Penjara Evin. Pada bulan Juli, saat dipenjara, ia muncul dalam pengakuan yang disiarkan televisi internasional, ia  mengatakan kepada pewawancaranya bahwa ia adalah jurnalis Barat yang bekerja sebagai mata-mata; bahwa ia telah meliput “demonstrasi ilegal” dan “pertemuan ilegal”, dan membantu mengkampanyekan “Colour Revolution”.

Pengakuannya dibantah oleh keluarga, rekan-rekannya, dan Reporters Without Borders, bahwa Bahari pasti berada di bawah tekanan. Di luar Iran, kampanye internasional untuk membebaskannya dipimpin oleh istrinya,  termasuk petisi yang diluncurkan oleh Komite Perlindungan Jurnalis, Indeks Sensor, PEN Internasional, dan kelompok pembuat film dokumenter. Newsweek memasang iklan satu halaman penuh di beberapa surat kabar besar yang menyerukan pembebasannya. Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton pun berbicara di depan umum tentang kasusnya.

Pada 17 Oktober, setelah 118 hari di penjara dan didakwa dengan 11 tuduhan spionase, Bahari dibebaskan dengan jaminan $ 300.000. Bahari mengatakan dia diminta berjanji untuk memata-matai lusinan “elemen anti-revolusioner” di dalam dan di luar Iran untuk Pengawal Revolusi dan melapor kepada mereka setiap minggu (janji yang tak niat dia tepati).

Bahari diizinkan meninggalkan negara Iran dan kembali ke London beberapa hari sebelum kelahiran putrinya.

Reza Mihandoust

Sutradara film Iran Reza Mihandoust, dijatuhi hukuman penjara oleh pengadilan Iran atas tuduhan pelanggaran keamanan nasional terkait pekerjaannya, termasuk dokumenternya tentang Masih Alinejad.

Berbicara kepada VOA dari kediamannya di Kanada hari Selasa lalu, Neda Mihandoust mengatakan penguasa Iran telah mengirim pemberitahuan mengenai hukuman penjara itu kepada pengacara Mihandoust, dua hari sebelumnya.

Ia mengatakan Mahkamah Revolusi di ibu kota Iran menjatuhkan hukuman tiga tahun penjara kepada Reza atas tuduhan menjadi anggota sebuah kelompok yang berusaha menggulingkan pemerintah dan hukuman enam bulan penjara atas tuduhan menyebarkan propaganda antipemerintah. Menurut Neda, pengadilan telah menggelar sidang satu hari untuk kasus Reza, yang masih bebas dengan uang jaminan, pada 28 Desember tahun 2020.

Berdasarkan UU Iran, Reza hanya akan menjalani hukuman terlama yang dijatuhkan, yakni tiga tahun, jika vonis itu dikukuhkan di pengadilan banding. Erfanian-Kaseb, yang menolak dakwaan itu di pengadilan, berencana untuk mengajukan banding atas hukuman itu dalam beberapa hari mendatang, ujar Neda.

Abbas Kiarostami

Abbas Kiarostami adalah sutradara senior dibanding sutradara-sutradara yang telah disebut di atas. Dia adalah sutradara paling berpengaruh bagi sineas Iran. Abbas adalah generasi pertama dalam Gelombang Baru Iran, sebuah gerakan para pembuat film di Iran.

Abbas Kiarostami lahir di Teheran 22 Juni 1940 dan wafat di Paris 4 Juli 2016. Dia adalah sutradara film, penulis skenario , penyair, fotografer, dan produser film Iran.

Kiarostami aktif membuat film sejah tahun 1970. Terlibat dalam produksi lebih dari empat puluh film, termasuk film pendek dan dokumenter. Kiarostami mendapatkan pujian saat menggarap trilogi Koker (1987–1994), Close-Up (1990), The Wind Will Carry Us (1999), dan Taste of Cherry (1997), yang dianugerahi Palme d’Or di Festival Film Cannes.

Dalam karya selanjutnya, Certified Copy (2010) dan Like Someone in Love (2012), dia syuting untuk pertama kalinya di luar Iran: di Italia dan Jepang. Filmnya Where Is the Friend’s Home?, Close-Up , dan The Wind Will Carry Us menduduki peringkat di antara 100 film asing terbaik dalam jajak pendapat kritikus 2018 oleh BBC Culture. Close-Up juga menduduki peringkat salah satu dari 50 film terhebat sepanjang masa dalam jajak pendapat Sight & Sound yang terkenal selama sepuluh tahun yang diadakan pada tahun 2012.

Banyak orang yang menganggap bahwa berkat revolusi Iran tahun 1979, karya Kiarostami semakin dikenal di dunia internasional. Bahwa revolusi memainkan peranan penting dalam perkembangan sinema Iran. Kiarostami menganggap ini adalah pemalsuan sejarah. Gelombang Baru Iran telah muncul jauh sebelum revolusi. Dia yakin bahwa para pencari nafkah di pemerintahan dan lembaga perfilman yang menyebarkan desas-desus ini agar mereka tidak kehilangan pekerjaan.

Bagi Kiarostami, revolusi sebenarnya mengebiri pertumbuhan gerakan artistik yang telah berkembang beberarap dekade sebelum Revolusi Iran 1979. Bahkan bisa dikatakan sinema Iran berkembang bukan karena sensor ketat pasca revolusi yang sarat nepotisme dan dogmatisme. Satu-satunya sisi positif dari revolusi sinema Iran adalah kemampuannya mengiklankan diri di Barat dan di seluruh dunia. Meskipun Kiarostami melihat ini sebagai “fenomena negative.”

Satu-satunya alasan mengapa film Iran begitu ditunggu-tunggu oleh penikmat film internasional adalah rasa keingintahuan yang besar tentang aspek negatif dari revolusi. Tentang sisi kelam negara yang mengasingkan diri dari dunia luar. Publik luar penasaran, bagaima film-film itu bisa keluar dari cengkeraman revolusi anti-Barat?

Kiarostami juga menambahkan bahwa kebijakan pemerintah Iran menjauhkan film-filmnya dari penonton dalam negeri Iran. Entah karena sensor, kadang juga karena minimnya durasi tayang di bioskop. Film-filmnya banyak digemari di dunia luar, tapi tidak bagi penonton Iran sendiri.

Artikel diolah dari berbagai sumber.

BACA JUGA: Struktur 3 Babak Film 3 Idiots

Mungkin Anda Menyukai