7 Film Abbas Kiarostami Yang Wajib Kamu Tonton

Abbas Kiarostami, sutradara yang darinya lahir film-film puitik dan mengguncang dunia internasiona ini lahir di Iran 1940 dan wafat 4 Juli 2016, di rumahnya di Paris.

Film di tangan sutradara hebat seperti Kiarostami adalah potret kekariban dengan kehidupannya sendiri. Bahwa perjuangan paling menarik adalah perjuangan manusia untuk hidup dengan caranya sendiri. Itu sering terjadi di ruang paling tenang dan paling kontemplatif. Termasuk saat berkendara. Memang, beberapa filmnya tentang perasaan manusia yang sedang berkeliling dengan mobil.

Sebagaimana kita tahu, film Kiarostami berjalan di garis tipis antara fiksi dan kenyataan. Beberapa rekamannya diambil dalam gaya semi dokumenter, sementara rekaman lainnya diimprovisasi dari deskripsi sinopsis atau adegan yang tidak ada dalam skenario.

Dia percaya bahwa cara terbaik untuk menemukan kebenaran adalah mengungkap kebohongan. Terkadang film-filmnya diambil long take (pengambilan shot dalam durasi panjang) yang menyuguhkan rekaman kehidupan itu sendiri. Adegan-adegan tersebut membalikkan potret stereotip Iran sebagai masyarakat terbelakang dan haus darah yang sering ditampilkan oleh media internasional.

Kiarostami memang tidak setuju dengan kebijakan pemerintah Iran pasca revolusi 1979 terutama soal sensor yang super ketat dan pengendalian kreatifitas seniman film. Tapi dia tidak begitu peduli. Dia menganggap bahwa revolusi hanya sebuah peristiwa politik yang telah terjadi. Dia tetap membuat film dengan gaya dan idealismenya sendiri.

Rezim politiknya mungkin menindas, tetapi masyarakat di negara itu penuh dengan orang-orang dengan harapan dan impian yang sama seperti orang lain di dunia.

Kiarostami adalah tokoh penting dalam gerakan sineas Iranian New Wave (Gelombang Baru Iran) dua dekade sebelum revolusi. Gaya bertuturnya sangat mempengaruhi banyak sineas Iran terkenal lainnya seperti Japar Panahi, Mohsen Makhmalbaf, Majid Majidi, dan lainnya. Jadi sangat penting bagi kita untuk mengetahui dan menonton film-filmnya.

Lalu apa saja film-film yang kami rekomendasikan untuk Anda tonton?

Where Is the Friend’s Home? (1987)

Film Kiarostami ini berhasil menembus penonton internasional meski agak berat untuk ditonton. Ceritanya sederhana: Seorang anak laki-laki menyadari bahwa dia secara tidak sengaja membawa buku catatan temannya sepulang dari sekolah. Karena ia (Ahmed) merasa berkewajiban mengembalikan buku itu, ia lantas pergi berkeliling desa mencari rumah temannya.

Sepanjang pencarian itu, penonton diajak berjalan-jalan menikmati pemandangan desa dan melihat secara dekat berbagai karakter kehidupan di desa tersebut.

Pesan tersirat dalam film adalah tentang kewajiban moral kita kepada satu sama lain dalam masyarakat. Tentang apa artinya menjadi orang baik, dan tentang menjaga satu sama lain. Tokoh protagonis Kiarostami seringkali sangat muda atau sangat tua, mungkin karena kedua usia tersebut memungkinkannya memberikan pesan moral dari peristiwa tampaknya sangat sederhana. Where Is the Friend’s Home? adalah tontonan yang tepat untuk setiap anak yang baru belajar, namun juga berisi kedalaman untuk dipelajari oleh orang dewasa.

Close-Up (1990)

Close-Up mungkin merupakan pencapaian puncak Kiarostami dalam hal memadukan fakta dengan fiksi. Ini didasarkan pada kisah nyata seorang pria yang menyamar sebagai sutradara terkenal Iran, Mohsen Makhmalbaf, dan kemudian ia dipercaya oleh sebuah keluarga pencinta film. Dia ditangkap dan diadili karena penipuan. Tapi karena Kiarostami terlambat melakukan syuting, versi dokumenter ini terpaksa melakukan reka ulang. Meski banyak juga perankan oleh orang-orang yang benar-benar terlibat dalam cerita asli.

Jadi film apa ini? Dokumenter? Dokudrama berdasarkan kisah nyata? Mencoba mengambil kisah nyata dan memperbaikinya? Dalam beberapa hal, ketiganya sekaligus, tergantung pada adegannya. Dan yang menyenangkan tentang itu adalah cara konsepsinya sendiri yaitu sejarah yang disusun ulang sejarah dan menyaru sebagai dokumenter.  Hal ini selaras dengan tema utama film tentang betapa mustahilnya mengetahui kebenaran tentang manusia lain, bahkan jika mereka memberi tahu Anda tentang siapa mereka.

Taste of Cherry (1997)

Taste of Cherry tentang seorang pria bernama Badii (Homayoun Ershadi) yang berkendara untuk mencari orang yang bisa membantu pekerjaannya, tentu dengan imbalan uang yang lumayan. Selama bernegosiasi dengan 3 orang yang ditemuinya, Badii mengungkapkan bahwa pekerjaan itu adalah memasukkan tanah ke dalam lubang kuburan yang sudah disiapkannya. Badii berencana bunuh diri dan dia membutuhkan orang untuk melakukan pekerjaan tersebut.

Kekuatan film ini ada di perjumaan Badii dengan orang-orang selama perjalanannya. Bermacam karakter dan dialog terpapar begitu dramatis dan mengesankan. Setiap dialog sangat terukur serupa tesis antitesis.

Film ini dianugerahi Palme d’Or di Festival Film Cannes 1997.

The Wind Will Carry Us (1999)

Behzad lelaki paru baya adalah seorang jurnalis yang menyamar sebagai insinyur. Dia pergi ke sebuah desa Kurdi untuk mendokumentasikan ritual berkabung penduduk setempat terhadap kematian seorang wanita tua bernama Malek. Namun kenyataanya wanita yang diperkirakan berusia antara 100-150 tahun itu tetap hidup meski tak dapat berbuat apa-apa lagi. Behzad si “insinyur” terpaksa berdiam di desa itu beberapa lama sambil menikmati kehidupan desa yang unik.

Judul film ini diambil dari puisi “The Wind Will Carry Us” karya Forough Farrokhzad seorang perempuan penyair di era pasca revolusi Iran 1979. Dialog dalam film ini kerap menyelipkan puisi-puisi karya Omar Khayyam penyair Persia dari abad ke-12.

Film ini dinominasikan untuk Golden Lion dalam Venice Film Festival. Kiarostami memenangkan Grand Special Jury Prize (Silver Lion), FIPRESCI Prize, dan CinemAvvenire award di festival tersebut. Ia menerima banyak nominasi dan penghargaan lainnya di festival berbeda.

Certified Copy (2010)

Film Certified Copy ini adalah salah satu dari dua film terakhir Kiarostami yang dia buat di luar Iran. Berkisah tentang James Miller (William Shimel) yang sedang berkunjung ke Italia lalu bertemu dengan seorang perempuan pemilik galeri seni yang tidak pernah disebut namanya, diperankan oleh aktris Perancis Juliette Binoche.

Miller dan Binoche secara tidak sengaja bertemu di acara diskusi tentang buku Miller yang berjudul sama dengan judul film, kemudian mereka bersepakat untuk menghabiskan hari bersama, berjalan-jalan dari satu tempat ke tempat lainnya.

Kedua menampakkan ketertarikan satu sama lain. Tapi seiring bergulirnya cerita, relasi keduanya semakin ambigu. Apakah mereka baru saja bertemu, atau telah menikah selama bertahun-tahun, atau sedang memainkan adegan keretakan hubungan rumah tangga? Hal ini sama dengan pertanyaan yang kerap dilontarkan dalam film: “Mana yang lebih mujarab, karya seni orisinal, tiruan, atau tiruan yang orisinal?”

Film ini ditayangkan perdana di Festival Film Cannes 2010, di mana Binoche memenangkan Penghargaan Aktris Terbaik untuk penampilannya.

Like Someone in Love (2012)

Di Tokyo, Akiko (Rin Takanashi) adalah seorang mahasiswi sosiologi yang juga bekerja sambilan sebagai pelacur kelas atas. Pacarnya Noriaki (Ryō Kase) sebenarnya curiga, tapi tidak tahu yang sebenarnya.

Suatu malam, Akiko ditugaskan ke Takashi (Tadashi Okuno), seorang mantan profesor universitas tua yang lebih tertarik membuat makan malam daripada berhubungan seks. Keesokan hari, Takashi mengantar Akiko ke kampus untuk ujian. Di sana Takashi malah bertemu Noriaki. Tapi Noriaki menganggap Takashi adalah kakek Akiko. Noriaki malah minta izin untuk menikahi Akiko.

Setelah Akiko ujian, ketiganya berkendara dalam satu mobil menuju toko buku. Mereka berbincang dengan canggung. Tapi Takashi lebih tenang berperan sebagai kakek Akiko. Takashi lantas menenangkan Akiko yang lagi tegang dengan berkata: “Yang terjadi, terjadilah.”

Film ini masuk nominasi di berbagai festival film antara lain: Chicago International Film Festival, 65th Cannes Film Festival, dan 7th Asian Film Award.

Ten (2002)

Film Ten adalah tentang seorang wanita pengemdi yang tidak disebutkan namanya, terlibat dalam percakapan dengan beberapa penumpangnya saat dia berkendara di sekitar Teheran. Diperankan oleh aktris Mania Akbari, yang bermain bersama putranya yang berusia 10 tahun.

Semua percakapan dengan karakter yang berbeda terjadi di dalam sebuah mobil. Dengan seorang anak kecil, denga saudara perempuan, dengan PSK ilegal, perempuan religious, dan seorang yang sedang patah hati.

Dialog-dialog yang terjadi tidak sepenuh tertulis dalam skenario film. Secara keseluruhan lebih banyak improvisasi dari para pemain yang juga bukan aktor profesional. Era kamera digital membuat Kiarostami lebih leluasa menempatkan 2 buah kamera di dasbor mobil. Hal ini juga yang memberinya kesempatan bagi aktor untuk mengembangkan dialog-dialog agar lebih natural. Selain itu, terjalin kontinuitas aksi reaksi para aktor.

Film ini masuk nominasi Palme d’Or di Festival Film Cannes tahun 2002.

BACA JUGA: 8 Sutradara Film Iran Yang Dipenjara dan Dikucilkan.

Mungkin Anda Menyukai